085227902020 kami kontraktor lapangan futsal di batubara limapuluh kami
kontraktor lapangan futsal siap membantu pekerjaan pembuatan lapangan futsal
diseluaruh wilayah di Indonesia dengan harga terjangkau dan menyuesuaikan
keuangan anda. Kami siap melayani pembuatan lapangan futsal di kontraktor
lapangan futsal di bandung, kontraktor
lapangan futsal Surabaya, kontraktor
lapangan futsal Jakarta, kontraktor
lapangan futsal murah, kontraktor lapangan futsal medan, kontraktor lapangan
futsal bandung, kontraktor lapangan utsal di Surabaya, kontraktor lapangan
futsal di bali, kontraktor lapangan futsal jogja, kontraktor lapangan futsal Makassar,
kontraktor lapangan futsal bali, kontraktor lapangan futsal Banjarmasin, kontraktor
lapangan futsal di semarang, kontraktor lapangan futsal di Jakarta, kontraktor
lapangan futsal di medan, kontraktor lapangan futsal di Makassar, kontraktor
lapangan futsal di pekanbaru, biaya pembuatan lapangan futsal jogja, kontraktor
lapangan futsal di jogja, pembuat lapangan futsal jogja, kontraktor lapangan
futsal lampung, kontraktor lapangan futsal malang, kontraktor lapangan futsal
di malang, pembuat lapangan futsal di Makassar, kontraktor lapangan futsal
pekanbaru, kontraktor lapangan futsal Palembang, kontraktor lapangan futsal
purwokerto, kontraktor lapangan futsal di padang, kontraktor lapangan futsal
semarang, kontraktor lapangan futsal samarinda
Wilayah Batu Bara telah dihuni oleh penduduk sejak tahun
1720 M, ketika itu di Batu Bara terdapat 5 (lima) suku penduduk yaitu “Lima
Laras, Tanah Datar, Pesisir, Lima Puluh dan Suku Boga”. Kelima suku tersebut
masing-masing dipimpin oleh seorang Datuk yang juga memimpin wilayah teritorial
tertentu. Ketika itu Batu Bara menjadi bagian dari kerajaan Siak dan Johor.
Untuk mewakili kerajaan Siak dan mengepalai Datuk-Datuk seluruh Batu Bara
diangkat seorang Bendahara secara turun temurun. Setiap Datuk kepala suku
mendapat pengangkatan dan capnya dari Sultan Siak.
Susunan pimpinan Batu Bara pada waktu itu ialah Bendahara
dan di bawahnya terdapat sebuah Dewan yang anggota-anggotanya dipilih oleh
Datuk-Datuk kepala suku bersama-sama. Anggota Dewan ini adalah:
Nama Batu Bara (Batubahara) sudah tercantum dalam literatur
di abad ke-16 yang membayar upeti kepada Haru. Laporan Pemerintah Inggris dari
Penang, Jhon Anderson, mengunjungi Batu Bara pada tahun 1823 dalam bukunya “
Mission to The Eastcoast of Sumatra” sebagai berikut:
“Di hulu sungai Batu Bara ada sebuah bangunan batu yang
tidak ada tercatat bila dibangun di kalangan penduduk. Bangunan itu dilukiskan
sebagai bentuk empat persegi, dan di salah satu sudutnya ada tiang yang sangat
tinggi, mungkin tiang bendera. Lukisan relief manusia diukir di dinding, yang
mungkin dewa-dewa Hindu .....”.
Menurut Shadee, dalam bukunya “Geschiedenis van Sumatra’s
Oostkust”, pada permulaan kedatangan Belanda ke Sumatera Timur di tahun 1862,
wilayah Pagurawan dan Tanjong berada langsung di bawah jajahan Datuk Lima Puluh
dari Batu Bara yang kemudian tunduk pula kepada Siak.
Dalam tahun 1885, Pemerintah Hindia Belanda membayar ganti rugi
kepafa Pemerintah Kerajaan Siak sehingga kerajaan-kerajaan di Sumatera Timur
Lepas dari kerajaan Siak dan berhubungan langsung dengan Pemerintah Hindia
Belanda yang diikat dengan perjanjian Politik Contract (27 pasal). Perjanjian
Politik Contract tersebut meliputi beberapa kerajaan seperti Langkat, Serdang,
Deli, Asahan, Siak, Pelalawan (Riau), termasuk juga kerajaan-kerajaan kecil
seperti Tanah Karo, Simalungun, Indragiri dan Batu Bara serta Labuhan Batu.
Pada tahun 1889 residensi Sumatera Timur terbentuk dan
beribukota di Medan, residen Sumatera Timur ini terdiri dari 5 (lima) Afdeling
yaitu:
Wilayah Batu Bara saat itu merupakan Afdeling (Kabupaten)
tersendiri beribukota di Labuhan Ruku di samping Afdeling (Kabupaten) Asahan.
Afdeling Batu Bara itu terdiri dari 8 (delapan) Landschap (setara dengan
Kecamatan). Masing-masing landschap ini dipimpin oleh seorang raja. Di dalam
Afdeling Batu bara termasuk di dalamnya wilayah Batak di perdalaman
(Simalungun). Berdasarkan Sensus Penduduk yang diselenggarakan Pemerintah
Hindia Belanda tahun 1933, penduduk asli Batu Bara berjumlah 32.052 jiwa.
Pada saat Indonesia merdeka wilayah Batu Bara berubah nama.
Sebutan Landschap menjadi Kecamatan. Khusus Batu Bara lebih dahulu digelar
namanya Kewedanan. Kewedanan Batu Bara beribukota Labuhan Ruku yang waktu itu
membawahi 5 (lima) Kecamatan yaitu: Kecamatan Talawi, Tanjung Tiram, Lima
Puluh, Air Putih dan Medang Deras. Hal ini terjadi hingga 4 (empat) masa
kepemimpinan Kewedanan, nama Kewedanan dicabut sehingga yang ada hanya 5 (lima)
kantor camat dan tergabung dengan wilayah Asahan dengan nama Kabupaten Asahan
yang beribukota di Kisaran.
Pada tahun 1969 masyarakat Batu Bara pernah membentuk
Panitia Penuntut Otonom Batu Bara (PPOB) yang diketuai oleh Abdul Karim AS,
seorang tokoh masyarakat dan pernah menjadi anggota DPRD Asahan. PPOB ini
berkedudukan di Jalan Merdeka Kecamatan Tanjung Tiram, tetapi karena
Undang-Undang Otonomi belum dikeluarkan Pemerintah sehingga perjuangan ini
kandas sebelum berhasil terbentuk Kabupaten Batu Bara yang otonom.
Pada era reformasi lebih kurang 30 tahun setelah terbakarnya
kantor PPOB di Tanjung Tiram, dengan adanya Ketetapan MPR No.XV/MPR/1998 yang
meminta kepada Presiden untuk dilakukannya penyelenggaraan Otonomi Daerah,
tepatnya pasca lahir Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah yang semakin mempertegas makna penyelenggaraan Otonomi Daerah yang
nyata dan bertanggungjawab serta membenarkan adanya pemekaran atau pembentukan
suatu daerah menjadi lebih satu daerah, sebagaimana tertuang dalam pasal 6 ayat
2 yang berbunyi “Daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah”.
Undang-Undang ini menjadi landasan perjuangan masyarakat Batu Bara untuk
kembali menuntut menjadi wilayah Batu Bara menjadi sebuah daerah Kabupaten yang
otonom yang bisa mengatur dirinya sendiri dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakatnya dalam kemandirian.
Badan Pekerja Persiapan Pembentukan Kabupaten Batu Bara
(BP3KB) yang berkedudukan di Medan berupaya untuk meneliti dan menjajaki lebih
lanjut kemungkinan terbentuknya Kabupaten Batu Bara yang otonom. Sejalan dengan
itu di kecamatan-kecamatan lahir pula gerakan masyarakat yang menuntut
dibentuknya Kabupaten Batu Bara yang menamakan diri sebagai Gemkara “Gerakan
Masyarakat Menuju Kabupaten Batu Bara”.
Kabupaten Batu Bara akhirnya terbentuk setelah pihak
legislative (DPR-RI) dalam Sidang Paripurna pada hari Jum’at tanggal 8 Desember
2006 membahas tentang pembentukan Kabupaten Batu Bara dan dinyatakan syah
menjadi sebuah Kabupaten melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2007 tentang
Pembentukan Kabupaten Batu Bara di Propinsi Sumatera Utara dan Lampiran Negara
Nomor 7 Tahun 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar