085227902020 kami kontraktor lapangan futsal kota jambi kami
kontraktor lapangan futsal siap membantu pekerjaan pembuatan lapangan futsal
diseluaruh wilayah di Indonesia dengan harga terjangkau dan menyuesuaikan
keuangan anda. Kami siap melayani pembuatan lapangan futsal di kontraktor
lapangan futsal di bandung, kontraktor
lapangan futsal Surabaya, kontraktor
lapangan futsal Jakarta, kontraktor
lapangan futsal murah, kontraktor lapangan futsal medan, kontraktor lapangan
futsal bandung, kontraktor lapangan utsal di Surabaya, kontraktor lapangan
futsal di bali, kontraktor lapangan futsal jogja, kontraktor lapangan futsal Makassar,
kontraktor lapangan futsal bali, kontraktor lapangan futsal Banjarmasin, kontraktor
lapangan futsal di semarang, kontraktor lapangan futsal di Jakarta, kontraktor
lapangan futsal di medan, kontraktor lapangan futsal di Makassar, kontraktor
lapangan futsal di pekanbaru, biaya pembuatan lapangan futsal jogja, kontraktor
lapangan futsal di jogja, pembuat lapangan futsal jogja, kontraktor lapangan
futsal lampung, kontraktor lapangan futsal malang, kontraktor lapangan futsal
di malang, pembuat lapangan futsal di Makassar, kontraktor lapangan futsal
pekanbaru, kontraktor lapangan futsal Palembang, kontraktor lapangan futsal
purwokerto, kontraktor lapangan futsal di padang, kontraktor lapangan futsal
semarang, kontraktor lapangan futsal samarinda
Di Pulau Sumatera, Provinsi Jambi merupakan bekas wilayah
Kesultanan Islam Melayu Jambi (1500-1901). Kesultanan ini memang tidak
berhubungan secara langsung dengan 2 kerajaan Hindu-Budha pra-Islam. Sekitar
Abad 6 – awal 7 M berdiri KERAJAAN MALAYU (Melayu Tua) terletak di Muara
Tembesi (kini masuk wilayah Batanghari,Jambi).Catatan Dinasti Tang mengatakan
bahwa awak Abad 7 M. dan lagi pada abad 9 M Jambi mengirim duta/utusan ke
Empayar China ( Wang Gungwu 1958;74). Kerajaan ini bersaing dengan SRI WIJAYA
untuk menjadi pusat perdagangan. Letak Malayu yang lebih dekat ke jalur
pelayaran Selat Melaka menjadikan Sri Wijaya merasa terdesak sehingga perlu menyerang
Malayu sehingga akhirnya tunduk kepada Sri Wijaya. Muaro jambi, sebuah kompleks
percandian di hilir Jambi mungkin dulu bekas pusat belajar agama Budha
sebagaimana catatan pendeta Cina I-Tsing yang berlayar dari India pada tahun
671. Ia belajar di Sriwijaya selama 4 tahun dan kembali pada tahun 689 bersama
empat pendeta lain untuk menulis dua buku tentang ziarah Budha. Saat itulah ia
tulis bahwa Kerajaan Malayu kini telah menjadi bahagian Sri Wijaya.
Abad ke 11 M setelah Sri Wijaya mulai pudar, ibunegeri
dipindahkan ke Jambi ( Wolters 1970:2 ). Inilah KERAJAAN MALAYU (Melayu Muda)
atau DHARMASRAYA berdiri di Muara Jambi. Sebagai sebuah bandar yang besar,
Jambi juga menghasilkan berbagai rempah-rempahan dan kayu-kayuan. Sebaliknya
dari pedagang Arab, mereka membeli kapas, kain dan pedang. Dari Cina, sutera
dan benang emas, sebagai bahan baku kain tenun songket ( Hirt & Rockhill
1964 ; 60-2 ). Tahun 1278 Ekspedisi Pamalayu dari Singasari di Jawa Timur
menguasai kerajaan ini dan membawa serta putri dari Raja Malayu untuk
dinikahkan dengan Raja Singasari. Hasil perkimpoian ini adalah seorang pangeran
bernama Adityawarman, yang setelah cukup umur dinobatkan sebagai Raja Malayu.
Pusat kerajaan inilah yang kemudian dipindahkan oleh Adityawarman ke Pagaruyung
dan menjadi raja pertama sekitar tahun 1347. Di Abad 15, Islam mulai menyebar
ke Nusantara.
Asal Nama “Jambi”
Jambi’ berasal dari kata ‘Jambe’ dalam bahasa Jawa yang
bererti ‘Pinang’. Kemungkinan besar saat Tanah Pilih dijadikan tapak
pembangunan kerajaan baru, pepohonan pinang banyak tumbuh disepanjang aliran
sungai Batanghari, sehingga nama itu yang dipilih oleh Orang Kayo Hitam
“Sepucuk Jambi, Sembilan Lurah”
Seloka ini tertulis di lambang Propinsi Jambi, menggambarkan
luasnya wilayah Kesultanan Melayu Jambi yang merangkumi sembilan lurah dikala
pemerintahan Orang Kayo Hitam, iaitu : VIII-IX Koto, Petajin, Muaro Sebo,
Jebus, Aer Itam, Awin, Penegan, Miji dan Binikawan. Ada juga yang berpendapat
bahwa wilayah Kesultanan Jambi dahulu meliputi 9 buah lurah yang dialiri oleh
anak-anak sungai (batang), masing-masing bernama :
Ketentuan mengenai Lambang dan Moto Kota Jambi diatur
melalui Perda No. 15 tahun 2002, tentang Lambang Daerah Kota Jambi, yang
ditetapkan di Jambi pada tanggal 21 Mei 2002, dan ditandatangani oleh Walikota
Jambi, Drs. H. Arifien Manap, MM., dan Ketua DPRD Kota Jambi, H. Zulkifli
Somad, SH., MM.
Lambang Kota Jambi ini secara filosofis melambangkan
identitas sejarah dan kebesaran Kerajaan Melayu Jambi dahulu, dimana didalam
lambang tersimpul pula secara simbolik kondisi geografis daerah, dan
sosiokultural masyarakatnya. Makna yang tersirat dari benda-benda yang tertera
didalamnya terrinci sebagai berikut BENTUK DAN UKURAN
Lambang Kota Jambi berbentuk Perisai dengan bagian yang
meruncing dibawah, dikelilingi 3 (tiga) garis dengan warna bagian luar putih,
tengah berwarna hijau dan bagian luar berwarna putih.
Garis hijau yang mengelilingi lambang pada bagian atas lebih
lebar dan didalamnya tercantum tulisan “KOTA JAMBI” yang melambangkan nama
daerah dan diapit oleh 2 buah bintang bersudut 5 berwarna putih, yang
melambangkan kondisi kehidupan sosial masyarakat Jambi yang terdiri dari
berbagai suku dan agama memiliki keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Warna dasar lambang berwarna biru langit.Setelah orang Kayo
Hitam menikah dengan putri Temenggung Merah Mato yang bernama Putri Mayang
Mangurai, maka oleh Temenggung Merah Mato anak dan menantunya itu diberilah
sepasang Angsa serta Perahu Kajang Lako kemudian disuruh menghiliri aliran
Sungai Batanghari untuk mencari tempat guna mendirikan kerajaan yang baru.
Kepada anak dan menantunya tersebut dipesankan bahwa tempat
yang akan dipilih ialah dimana sepasang Angsa naik ketebing dan mupur di tempat
tersebut selama dua hari dua malam.
Setelah beberapa hari menghiliri Sungai Batanghari kedua
Angsa naik kedarat di sebelah hilir (Kampung Jam), kampung Tenadang namanya
pada waktu itu. Dan sesuai dengan amanah mertuanya maka Orang Kayo Hitam dan
istrinya Putri Mayang Mangurai beserta pengikutnya mulailah membangun kerajaan
baru yang kemudian disebut “Tanah Pilih”, dijadikan sebagai pusat pemerintahan
kerajaannya (Kota Jambi) sekarang ini.
Sewaktu Orang Kayo Hitam menebas untuk menerangi tempat
tersebut ditemukannya sebuah Gong dan Senapan/Lelo yang diberi nama “SITIMANG”
dan “SIDJIMAT”, yang kemudian kedua benda tersebut menjadi barang Pusaka
Kerajaan Jambi yang disimpan di Museum Negeri Jambi.
Keris tersebut bernama “KERIS SIGINJAI” dan merupakan
lambang kebesaran serta kepahlawanan Raja dan Sultan Jambi dahulu, karena
barang siapa yang memiliki keris tersebut dialah yang diakui sebagai penguasa
atau berkuasa untuk memerintah Kerajaan Jambi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar