085227902020 kami kontraktor lapangan futsal jabung barat kami
kontraktor lapangan futsal siap membantu pekerjaan pembuatan lapangan futsal
diseluaruh wilayah di Indonesia dengan harga terjangkau dan menyuesuaikan
keuangan anda. Kami siap melayani pembuatan lapangan futsal di kontraktor
lapangan futsal di bandung, kontraktor
lapangan futsal Surabaya, kontraktor
lapangan futsal Jakarta, kontraktor
lapangan futsal murah, kontraktor lapangan futsal medan, kontraktor lapangan
futsal bandung, kontraktor lapangan utsal di Surabaya, kontraktor lapangan
futsal di bali, kontraktor lapangan futsal jogja, kontraktor lapangan futsal Makassar,
kontraktor lapangan futsal bali, kontraktor lapangan futsal Banjarmasin, kontraktor
lapangan futsal di semarang, kontraktor lapangan futsal di Jakarta, kontraktor
lapangan futsal di medan, kontraktor lapangan futsal di Makassar, kontraktor
lapangan futsal di pekanbaru, biaya pembuatan lapangan futsal jogja, kontraktor
lapangan futsal di jogja, pembuat lapangan futsal jogja, kontraktor lapangan
futsal lampung, kontraktor lapangan futsal malang, kontraktor lapangan futsal
di malang, pembuat lapangan futsal di Makassar, kontraktor lapangan futsal
pekanbaru, kontraktor lapangan futsal Palembang, kontraktor lapangan futsal
purwokerto, kontraktor lapangan futsal di padang, kontraktor lapangan futsal
semarang, kontraktor lapangan futsal samarinda
Konon pada tahun 1954 sebuah perahu lambo (perahu kayu)
terdampar dikuala sungai kemudian daerah ini diberi nama Lamboro oleh seorang
petuah kampung bernama H.Podang yang waktu itu masih berdomisili di Kampung
Laut. Lamboro yang kemudian lebih dikenal dengan nama Lambur mengandung
pengertian melimpah, sangat banyak, melambung tinggi. Daerah ini menurut orang
yang pertama kali menggali anak sungai (parit 1) H.Juma (Alm) mengatakan di
Lambur tempat gudang rejeki, daerah makmur, subur dan kaya akan sumber daya
alam sehingga dikatakan dalam sebuah kata berbunyi : Dikepalamu ada beras
dikakimu ada ikan semboyan inilah yang terus dipertahankan masyarakat Lambur
sampai saat ini sehingga desa ini memang dikenal daerah lumbung padi dan hasil
laut yang cukup diandalkan sebagai mata pencaharian untuk meningkatkan
kesejateraan masyarakatDesa Lambur pada tahun 1956 telah disahkan menjadi
sebuah desa defenitif yang dinahkodai oleh seorang mangku bernama Abdul Rasyid
dari kepemimpinan Abdul Rasyid dilanjutkan dengan mangku yang lain seperti :
Muhammad Amin, Zainal CH dan Ngatta Mamma. Selanjutnya pada tahun 1972 Desa
Lambur sudah dipimpin oleh seorang Kepala Desa bernama Harun Thaib yang
diangkat/penetapan dari seorang polisi aktif dengan masa tugas sampai tahun
1989 setelah berjalan kepemimpinan beliau selama 17 tahun. Pada tahun 1989
sedang digemborkan pemilihan lansung kepala desa maka LMD (Lemabaga Masyarakat
Desa) membentuk Panitia PILKADES untuk melaksanakan penyaringan dan pencalonan
kepala Desa dari hasil penyaringan yang dilakukan oleh panitia maka didapatkan
3 (tiga) orang yang akan ikut bertarung diantaranya : (1) H.Rajab, (2) Ngatta
Mamma dan (3) Harun Thaib dari ketiga pasang calon kepala desa yang mendapat
suara terbanyak adalah Harun Thaib untuk priode 1989-1998.
Namun 2 (dua) tahun menjelang masa jabatan Harun Thaib
habis, kerena faktor usia dan kesehatan tidak memungkingkan lagi untuk
melanjutkan pemerintahan maka ditunjuklah M.Syargawi amin yang pada waktu itu
menjabat sebagai Sekretaris Desa untuk melanjutkan pemerintahan sampai diadakan
pemilihan Kepala Desa berikutnya.
Pada tahun 1998 maka diadakanlah Pemilihan Kepala Desa yang
kedua kalinya yang diikuti 2 (dua) orang
calon yang ikut bertarung untuk merebut posisi orang nomor satu di Desa Lambur
yakni M.Syargawi Amin dan Andi Panna.
Dari pertarungan ini yang mendapat nasib baik dan dukungan
dan suara terbanyak dari masyarakat adalah M.Syargawi Amin, dengan masa jabatan
selama 8 (delapan) tahun, setahun setelah terpilihnya M.Syargawi Amin tepatnya
pada tahun 1999 seiring dengan Otonomi Daerah maka wilayah Tanjung Jabung
dimekarkan menjadi 2 wilayah yakni Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung
Timur, sementara jabatan M.Syargawi Amin selaku Kepala Desa Lambur masih terus
dijabat sampai tahun 2006.
Seiring dengan otonomi daerah tersebut, Tepatnya pada tahun
2004 Pemerintah Kabupaten Tanjung jabung Timur memekarkan Desa Lambur menjadi 2
(dua) Desa yakni Desa Lambur dan Desa Kota Harapan. Dengan dimekarkannya Desa
Lambur menjadi 2 (dua) Desa maka secara geografis dan luas daerah secara
otomatis berubah, maka sistem aparatur desapun kembali dibenali. Dan pada tahun
2007 kembali masyarakat Lambur melaksanakan pesta demokrasi untuk pemilihan
Kepala Desa Berikutnya. Karena jiwa kepemimpinan dan kepeduliannya terhadap
pembangunan Desa Lambur, maka masyarakat kembali memilih M.Syargawi Amin
sebagai Kepala Desa Lambur dengan masa jabatan enam tahun ( 2007-2013) dari pesaingnya adalah H.Budi Amin.
Melihat dari awal berdirinya Desa Lambur pada tahun 1956
yang secara administrasi masih satu wilayah dengan Kampung Laut yang dipimpin
oleh seorang Mangku karena jarak antara Lambur dengan Kampung Laut cukup jauh
sehingga pemerintahan tidak berjalan dengan baik dan efektif. Pada tahun 1971
Desa Lambur berpisah dari wilayah Kampung Laut dan telah memiliki Kepala Desa
sendiri dengan maksud dan tujuan agar pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan berjalan dengan baik. Sejalan dengan itu dalam rangka untuk
meningkatkan pelayanan masyarakat maka pada tahun 1970 Datuk Harun Taib bersama
perangkatnya dan masyarakat membangun Kantor Desa sendiri secara swadaya dan
alhamdullillah sampai sekarang kantor tersebut masih berdiri kokoh.
Penduduk desa pertama kali adalah para pendatang dari
Sulawesi (Suku Bugis) sekitar tahun 1960an, tepatnya di muara Sungai Sepucuk
Nipah. Kelompok pendatang ini kemudian mendirikan pemukiman di sekitar sungai
dan beberapa saat kemudian diikuti dengan kelompok keluarga lain, baik yang
langsung dari Pulau Sulawesi maupun orang-orang Bugis yang telah berdomisili di
Nipah Panjang, Muara Sabak, Kota Jambi dan lainnya, serta suku lain terutama
suku Jawa, Cina, Kerinci, Batak, Melayu Jambi, dan lainnya.
Maksud kedatangan penduduk ke desa ini pertama kali adalah
sebagai nelayan yang memerlukan lokasi tempat berlabuh bagi perahu dayung yang
mereka gunakan sebagai sarana menangkap ikan. Pada saat menetap inilah dalam
memenuhi kebutuhan hidup keluarga akan beras, kemudian mereka mulai mengolah
lahan untuk tanaman pangan (padi) dan selanjutnya menanam kelapa yang ternyata
hasilnya cukup baik dan berkembang sampai saat sekarang. Perkembangan penduduk
desa mengalami arus turun naik dari periode ke periode seperti pada akhir tahun
1970an dan awal 1980an jumlah penduduk datang cukup banyak, tetapi mulai tahun
1990an jumlah pendatang semakin sedikit dan bahkan sebagian kembali ke
Sulawesi. Penduduk yang meninggalkan desa sampai saat masih memiliki lahan dan
tidak diolah sehingga menjadi semak dan belukar terutama pada parit 7. Pada
lokasi ini masih ditemukan bekas lahan persawahan yang sudah ditumbuhi semak
dan belukar.
Sesuai perkembangan sistem administrasi pemerintahan di
Indonesia, sebutan desa sewaktu berdiri adalah kampung (termasuk ke dalam Marga
Nipah) yang dikepalai oleh seseorang yang disebut dengan Kepala Kampung atau
lebih popular disebut dengan panggilan datuk. Setelah diberlakukan UU No. 5
tahun 1979 tentang pemerintah desa, maka pada tahun 1980 sebutan kampung berubah
menjadi desa yang dikepalai oleh seseorang yang disebut dengan Kepala Desa
sampai sekarang masih tetap populer dengan sebutan datuk oleh masyarakat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar