085227902020 kami kontraktor lapangan futsal di pasaman kami
kontraktor lapangan futsal siap membantu pekerjaan pembuatan lapangan futsal
diseluaruh wilayah di Indonesia dengan harga terjangkau dan menyuesuaikan
keuangan anda. Kami siap melayani pembuatan lapangan futsal di kontraktor
lapangan futsal di bandung, kontraktor
lapangan futsal Surabaya, kontraktor
lapangan futsal Jakarta, kontraktor
lapangan futsal murah, kontraktor lapangan futsal medan, kontraktor lapangan
futsal bandung, kontraktor lapangan utsal di Surabaya, kontraktor lapangan
futsal di bali, kontraktor lapangan futsal jogja, kontraktor lapangan futsal Makassar,
kontraktor lapangan futsal bali, kontraktor lapangan futsal Banjarmasin, kontraktor
lapangan futsal di semarang, kontraktor lapangan futsal di Jakarta, kontraktor
lapangan futsal di medan, kontraktor lapangan futsal di Makassar, kontraktor
lapangan futsal di pekanbaru, biaya pembuatan lapangan futsal jogja, kontraktor
lapangan futsal di jogja, pembuat lapangan futsal jogja, kontraktor lapangan
futsal lampung, kontraktor lapangan futsal malang, kontraktor lapangan futsal
di malang, pembuat lapangan futsal di Makassar, kontraktor lapangan futsal
pekanbaru, kontraktor lapangan futsal Palembang, kontraktor lapangan futsal
purwokerto, kontraktor lapangan futsal di padang, kontraktor lapangan futsal
semarang, kontraktor lapangan futsal samarinda
Sejarah bermula pada masa kerajaan Adityawarman, yang
merupakan tokoh penting di Minangkabau. Seorang Raja yang tidak ingin disebut
sebagai Raja, pernah memerintah di Pagaruyung, daerah pusat kerajaan
Minangkabau. Adityawarman adalah seoranga Raja yang berjasa memberi sumbangsih
bagi alam Minangkabau, selain itu beliau juga orang pertama yang memperkenalkan
sistem kerajaan di Sumatera Barat. Sejak pemerintahan Raja Adityawarman
tepatnya pertengahan abad ke-17, Propinsi ini lebih terbuka dengan dunia luar
khususnya Aceh. Karena hubungan dengan Aceh yang semakin intensif melalui
kegiatan ekonomi masyarakat, akhirnya mulai berkembang nilai baru yang menjadi
landasan sosial budaya masyarakat Sumatera Barat. Agama Islam sebagai nilai
baru tersebut berkembang di kalangan masyarakat dan berangsur-angsur
mendominasi masyarakat Minangkabau yang sebelumnya didominasi agama Buddha.
Selain itu sebagian kawasan di Sumatera Barat yaitu pesisir pantai barat masih
berada di bawah kekuasaan kerajaan Pagaruyung, namun kemudian menjadi bagian
dari kesultanan Aceh.
Melirik sejarah singkat Minangkabau, merupakan salah satu
desa yang berada di kawasan Kecamatan Sungayang, Tanah Datar, Sumatera Barat.
Desa tersebut awalnya merupakan tanah lapang. Namun karena adanya isu yang
berkembang bahwa Kerajaan Pagaruyung akan di serang kerajaan Majapahit dari
Provinsi Jawa maka terjadilah peristiwa adu kerbau atas usul kedua belah pihak.
Kerbau tersebut mewakili peperangan kedua kerajaan. Karena kerbau Minang
berhasil memenangkan perkelahian maka muncul kata manang kabau yang selanjutnya
di jadikan nama Nagari atau desa tersebut. Upaya penduduk setempat mengenang
peristiwa bersejarah tersebut, penduduk Pagaruyung mendirikan sebuah rumah
loteng (rangkiang) dimana atapnya mengikuti bentuk tanduk kerbau. Menurut
sejarah, rumah tersebut didirikan di batas tempat bertemunya pasukan Majapahit
yang di jamu dengan hormat oleh wanita cantik Pagaruyung. Situasi masyarakat
saat itu umumnya hidup dengan cara berdagang, bertani sawah, hasil hutan dan
mulai berkembang pertambangan emas. Beberapa pernyataan timbul bahwa alat
transportasi yang digunakan untuk menelusuri dataran tinggi Minangkabau adalah
kerbau. Alasan menggunakan kerbau karena agama yang dipercaya pada waktu itu di
ajarkan untuk menyayangi binatang gajah, kerbau, dan lembu. Karena ajaran
tersebut mereka menggunakan kerbau sebagai masyarakat dengan adu kerbau.
Bukti arkeolog mengatakan bahwa daerah kawasan Minangkabau
yaitu Lima puluh Koto merupakan daerah yang dihuni pertama kali oleh nenek
moyang orang Minang. Di daerah tersebut mengalir sungai-sungai yang dijadikan
sarana transportasi pada zaman dulu. Nenek moyang orang Sumatera di perkirakan
berlayar melalui rute ini dan sebagian diantaranya menetap dan mengembangkan
peradabannya di sekitar Lima puluh Koto tersebut. Terbukanya provinsi Sumatera
Barat terhadap dunia luar menyebabkan kebudayaan yang semakin berkembang oleh
bercampurnya para pendatang. Jumlah pertumbuhan penduduk yang semakin bertambah
menyebabkan persebaran penduduk ke berbagai lokasi Sumatera Barat. Sebagian
menyebar ke selatan dan sebagian ke bagian barat Sumatera.
Jatuhnya kerajaan Pagaruyung dan terlibatnya negara Belanda
di Perang Padri, menjadikan daerah pedalaman Minangkabau menjadi bagian dari
Pax Nederlandica oleh pemerintah Hindia Belanda. Kemudian daerah Minangkabau di
bagi menjadi Residentie Padangsche Bovenlanden serta Benedenlanden. Pada zaman
VOC, Hoofdcomptoir van Sumatra's westkust merupakan sebutan untuk wilayah
pesisir barat Sumatera. Hingga abad ke-18, Provinsi Sumatera Barat semakin
terkena pengaruh politik dan ekonomi akhirnya kawasan ini mencakup daerah
pantai barat Sumatera. Kemudian mengikuti perkembangan administratif
pemerintahan Belanda, kawasan ini masuk dalam Pemerintahan Sumatra's Westkust
dan di ekspansi lagi menggabungkan Singkil dan Tapanuli. Pada 1905, wilayah
Singkil dialihkan ke Residen Aceh, dan Tapanuli dijadikan residen Tapanuli.
Memasuki tahun 1914, pemerintahan Sumatera’s Westkust statusnya diturunkan
menjadi Residen Sumatera’s Westkust. Kemudian wilayah Mentawai di tambahkan di
Samudera Hindia menjadi bagian dari Residen Sumatera. 21 tahun berikutnya
tepatnya 1935 kawasan Kerinci dimasukkan juga ke bagian Residen Sumatera.
Setelah perpecahan pemerintahan Sumatra’s Ootkust, kedua wilayah yaitu Kuantan
Singingi dan Rokan Hulu dimasukkan ke Residen Riouw, dan dengan waktu yang
hampir sama dibentuk Residen Djambi.
Selanjutnya masa pendudukan Jepang di kawan ini, Residen
Sumatera’s Westkust berganti nama dengan bahasa Jepang yaitu Sumatora Nishi
Kaigan Shu. Karena alasan strategi militer, wilayah Kampar akhirnya dikeluarkan
dari Residen Sumatera’s Westkust atau Sumatora Nishi Kaigan Shu kemudian
digabung ke wilayah Rhio Shu. Sampai awal kemerdekaan negara Indonesia tahun
1945, daerah Sumatera Barat digabungkan dalam Provinsi Sumatera yang
berdomisili di Bukittinggi. Tahun 1949 Provinsi Sumatera mengalami perpecahan
menjadi 3 kawasan, yakni provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan
Sumatera Tengah yang mencakup Sumatera Barat, Jambi dan Riau.
Penduduk Sumatera Barat dihuni oleh mayoritas suku
Minangkabau. Selain suku Minang, di wilayah Pasaman di huni oleh suku
Mandailing dan suku Batak. Awal munculnya penduduk suku tersebut pada abad
ke-18 masa Perang Paderi. Daerah Padang Gelugur, Lunang Silaut, dan Sitiung
yang merupakan daerah transmigrasi terdapat juga suku Jawa. Sebagian di daerah
tersebut terdapat penduduk imigran keturunan Suriname yang kembali memilih
pulang ke Indonesia pada akhir 1950-an. Para imigran tersebut di tempatkan di
daerah Sitiung. Mayoritas penduduk suku Mentawai juga berdomisili di kepulauan
Mentawai dan sangat jarang di temui penduduk suku Minangkabau. Beberapa suku lainnya
seperti etnis Tionghoa memilih menetap di kota-kota besar seperti Bukittinggi,
Padang, dan Payakumbuh. Suku Nias dan Tamil sendiri berada di daerah Pariaman
dan Padang walaupun dalam jumlah yang sedikit.
Di masa PRRI, provinsi Sumatera Tengah mengalami perpecahan
yang di sebabkan adanya peraturan perundangan nomor 19 tahun 1957. Sumatera
Tengah di jadikan 3 provinsi yaitu Riau, Jambi, dan Provinsi Sumatera barat.
Kerinci yang sebelumnya masuk dalam bagian Kabupaten Pesisir Selatan Kerinci,
dimasukkan ke dalam Provinsi Jambi menjadi kabupaten sendiri. Untuk wilayah
Rokan Hulu, Kampar, dan Kuantan Singingi digabungkan ke wilayah Riau. Bahasa
yang umumnya di gunakan bagi penduduk Sumatera Barat adalah bahasa Minangkabau.
Bahasa tersbut dipakai dalam percakapan sehari-hari yang memiliki dialek
seperti, dialek Pariaman, dialek Payakumbuh, dialaek Pesisir Selatan, dan
dialek Bukittinggi. Sementara itu bahasa Mentawai mayoritas digunakan di
kepulauan Mentawai juga. Bahasa batak yang berdialek Mandailing digunakan di
wilayah Pasaman Barat dan Pasaman perbatasan Sumatera Utara. Berdasarkan
keputusan Gubernur Sumatera Barat tahun 1958, ibu kota Sumatera Barat yang
dulunya di Bukittinggi kemudian dipindahkan ke daerah Padang.
Saat ini Sumatera Barat atau Minangkabau terdiri dari 19
kota dan kabupaten, dimana setiap daerah mempunyai ciri khas masing-masing.
Namun, Minangkabau tetap pada pepatahnya “Adaik basandi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar